Selasa, Agustus 28, 2012

27 HARI MENJELANG KEFITRIAN



27 HARI MENJELANG KEFITRIAN

Hamiddin

Hampa terasa, tiga hari berlalu, belum sepenuhnya aku menikmati kelezatan hidangan Allah, berupa nikmat lapar dan lezatnya menahan keinginan untuk kesempurnaan diri manusia di awal Ramadhan ini. Hati, pikiran, jiwa, nafas dan seluruh anggota tubuh hambar merasakan denyut hidup hari ini, tak ada secuil renyah nafas hidup yang bisa membuatku mengerti tentang nikmatnya pemberian Allah. Air mata yang dulu mengalir, bagiku adalah rindu teramat membiru, seperti lukisan abstrak tapi sebenarnya nyata. Sepi dan hening yang pernah menemani hari-hariku mungkin pergi. Justru tanpa air mata, hening dan sepi nilai-nilai nikmat Allah justru kurasakan hambar. Ramadhan hari ini bagiku adalah lembaran kosong tanpa guratan tinta kerinduan, maka dengan apa meski kugapai kerinduan hakiki itu bila jemari ini tak kuasa menorehkan sedikit kata, kecuali omong kosong.

Ya…Allah, justru dalam tertawa aku tak mampu memilah mana nikmat mana anugerah-Mu, kenapa dalam tangisku, engkau begitu hadir, begitu dekat, dan begitu akrab dalam hembusan nafasku. Dalam hiruk pikuk tak sempatkah Engkau menjengukku (atau aku memang merasa tak membutuhkan-Mu), kenapa justru dalam hening dan gigilnya sepi hangat-Mu terasa hingga aku tak mau pindah dan berlari dari musim itu. Ya…Allah, beri aku rasa dalam senyum-Mu dan beri aku rasa dalam tangisku, aku tak mau salah satunya yang bisa kunikmati, aku mau keduanya, aku mau semuanya, karena aku tahu bahwa setiap apa yang Engkau berikan padaku adalah nikmat, seperti yang sempat aku tulis, bahwa cinta dan sakit hati sama-sama baiknya, sama-sama nikmat dan aku harus sujud dan bersyukur karena keduanya telah hadir dalam hidupku, tapi meski hambar dan hampa, terima kasih ya..Allah, Engkau masih memberiku rasa lain selain tangis dan bahagia, yaitu HAMPA.

Dalam hampa ini, justru aku belum mengerti isyarat apa yang hendak Engkau sampaikan padaku atau mungkin aku yang tak tahu diri, hingga rasa ini sulit kumengerti. Maka dengan segala kemurahan yang Engkau miliki beri aku ilmu untuk mengerti hampa dan hambar.

Secangkir kopi yang kusedu sore tadi, aromanya tak menyakinkanku bahwa dalam cangkir itu terdapat endapan dua rasa, pahit dan manis yang kemudian jadi nikmat. Ketika kureguk pun, kopi itu biasa-biasa saja, tak ada bedanya kopi-kopi yang kusedu tiap hari. Barangkali ketika aku menyedu kopi, batinku lagi kering, lagi kemarau, hingga ruapannya terasa hambar, bak makanan tanpa bumbu.

27 hari menjelang kefitrian
seduan pikiran dan hati
berpisah dalam diri
kemana harus aku mencari
titik temu
suburnya kemanusiaanku

ya..Allah
tanpa-Mu aku hanya hampa
tanpa-Mu aku bukan apa-apa
maka beri aku tenaga
untuk menggerakkan hembusan nafas ini
menjadi butir-butir embun di pagi hari
menjadi nafiri keimanan tiap inci
menjadi ruang untuk menemukan jati diri
ya…Allah
beri kecup anugerah-Mu
hingga kelahiranku
tak sia-sia

Malang, 3 ramadhan 1427/26 September 2006

0 comments: