Selasa, Agustus 28, 2012

23 HARI MENCARI KEFITRIAN: MATERI, IBADAH DAN HARMONISASI



23 HARI MENCARI KEFITRIAN
MATERI, IBADAH DAN HARMONISASI

Hamiddin

Ketika pagi beranjak dewasa, ia mulai memungut serpihan-serpihan jagung dan ketela dari ladang dunia demi keberlangsungan hidup. Sejak subuh, sejak teriakan pertama tangis hidup menjadi lembah tempat langkah menorehkan gelisah, setetes demi setetes air dititipkan pada pucuk-pucuk ilalang untuk hidup yang teramat panjang. Materi (makan, minum, berkeluarga, membangun rumah) merupakan bentuk manifestasi bahwa pengembara secara fisik harus dipenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan lahiriah tersebut, pengembara bekerja, bercocok tanam, mencari kayu di hutan-hutan kehidupan demi nafas hari ini dan besok pagi. Hukum alam, ketentuan hidup sendiri yang menuntut pengembara untuk terus bertahan dengan cara memenuhi apa yang menjadi kebutuhan fisik. Materi merupakan salah satu jalan yang pasti dilalui oleh pengembara, karena pengembara masih berupa bentuk jasad.

Namun ketika malam telah menjelang dan sore menghilang di kelebatan letih perjalanan seharian, pengembara itu berhenti pada sebuah pintu untuk mengetuk keberadaan dirinya, keberadaan Tuhannya untuk memenuhi panggilan nurani dan kebutuhan batiniyahnya. Proses pemenuhan kebutuhan itu pun berlangsung dalam beberapa tahap perjalanan dan bentuk-bentuk aktifitas lainnya. Dari yang kasat mata hingga yang tak berbahasa, semua pasti akan dilalui. Kemudian, ketika malam benar-benar kelam dan angin meyakinkan diri bahwa dinginnya adalah kerinduan pengembara untuk mencari jati dirinya, maka pengembara itu belajar memahami pengembaraannya melalui diri, orang lain, alam dan bahkan gejala-gejala lain yang tak tertangkap oleh indera. Dari satu tangga ke tangga selanjutnya, waktu bergulir mengiringi derai airmata pengembara, menemani setiap nafas yang ia sebut hidup. Setiap tangga adalah bentuk dan proses penyempurnaan diri untuk menaiki tangga selanjutnya, maka dalam proses itu bersama-sama ritmis ilmu dan pengetahuan yang ia miliki, pengembara itu akan dipertemukan dengan dua sisi hidup, kanan kiri, atas bawah, hamba dan Tuhan. Yang menjadi nikmat dan anugerah dalam menjalani proses tahap-tahapan itu adalah apakah pengembara itu benar-benar menikmati apa yang menjadi bagian dirinya. Bagi pengembara itu, yang penting adalah proses menikmati apapun yang telah hadir di meja makan hidupnya. Entah asin, entah, manis, entah pahit, entah gurih, entah hambar dan lain-lainnya. Setiap rasa yang menjadi selera akan menjadi bagian kesempurnaan dirinya.

Bulan ini merupakan salah satu bentuk keharmonisan lahir dan batin. Di gigir ramadhan ini, pengembara akan dihadapkan dengan dua kebutuhan sekaligus untuk kemudian sama-sama dipenuhi. Satu kebutuhan saja yang dipenuhi, maka kebutuhan lainnya akan terasa ganjal. Jadi menuju keharmonisan dan kenikmatan yang sesungguhnya, dua kebutuhan itu harus sama-sama dipenuhi. Adalah wajar, bila setiap penggalan hidup dan lempengan kemanusiaan, fluktuasi harmonisasi kedua sisi tersebut akan mengalami naik-turun, kanan-kiri, hitam-putih, tergantung bagaimana pengembara memilih dan mengatur fluktuasi tersebut agar supaya terus harmonis dan berjalan di lempengan yang sebenarnya.

Dua kebutuhan itu telah melekat secara alamiah pada diri si pengembara. Keharmonisan yang hendak dicapai adalah keharmonisan materi dan ibadah (lahir dan batin). Banyak belajar, mengkaji, mengaji, silaturrahiem dan berusaha menjadi sempurna, harus dilakukan demi puncak ketentraman hidup dan nikmatnya perjalanan dimana angin masih rebah di pelepah-pelepah pisang dan bergelanyut di ujung kerinduan ilalang. Teka-teki perjalanan adalah teka-teki pengembara itu sendiri, carilah pada lempengan dan bait hidup, karena tanpa mencari mustahil penemuan akan datang sendiri.

Malang, 1 Oktober 2006.

0 comments: