26 HARI MENJELANG KEFITRIAN
Hamiddin
Awan membalut malam, sebentar saja sabit bulan menyayat kelam, sapuan angin mendinginkan tubuh, letupan nafiri ilahi sesekali mengiang di telinga, gerimis rindu semakin deras membasahi tanah batinku, senyum adalah dusta yang terpoles di bibirku. Belajar dari kesalahan untuk memperbaiki diri, belajar dari senyum untuk mengenal air mata, belajar darimu untuk memahami siapa diriku. Malam ini terasa ganjil, aku tetap menikmati apa yang tak bisa aku rasakan, mencoba menggertak pikiran yang tak mau berlari mengejar setiap detik dari hidup dengan harapan aku mengerti bahasa hati yang kering, bahasa batin yang bathil, bahasa pikiran yang kocar-kacir, bahasa bibir yang birahi dan bahasa nurani yang ber-Ilahi.
Di saat seperti ini, aku hanya berharap bisa melihat bulan sabit, bisa menyatakan bahwa lengkungan bulan adalah senyummu yang hakiki, senyum yang selalu memberiku teka-teki, senyum yang telah membuatku melupakan masa lalu (sebuah masa dimana garam hidupku terasa hambar, dimana aku sudah tidak mengenal mana pahit-mana manis).
Malam…sejauh ini, aku adalah pengembara dengan bekal sebungkus cinta, mencari makna hidup pada setiap hembus yang kau sebut nafas, pada setiap tetes yang kau sebut air mata, pada setiap peluk yang kau sebut hangat, pada setiap senyum yang kau sebut bahagia, pada setiap detak yang kau sebut rindu, pada setiap ngarai yang kau sebut pengaduan terhadap yang tak tergapai. Maka dalam perjalanan beberapa waktu, beri aku pintu ketika aku tak bisa menemukan jendela, beri aku jalan ketika aku tersesat, beri aku air ketika aku haus, beri aku waktu ketika aku kehilangan tafsir tentang ayat-ayat dirimu, beri aku obat ketika aku sakit, beri aku rindu ketika aku tak menjumpaimu, hingga aku kembali menyambutmu dengan tangan dan hati yang lapang.
Dalam sisi manusia terdapat dua macam arah yang berlawanan, tapi kedua arah yang berlawanan itu adalah bentuk kesempurnaan kita, bentuk hakikat kita sebagai manusia. Untuk itu, aku ingin belajar bersamamu untuk mencari arah mana yang harus kita pilih ketika kita dihadapkan pada persimpangan persoalan. Setiap arah memiliki makna dan rahasia masing-masing, tapi bagiku arah manapun akan aku pilih jika yang memilikiku menghendaki, jika yang memberiku nafas memberiku petunjuk, karena pada hakekatnya aku belum bisa mengenal diriku secara sempurna. Untuk menemukan kesempurnaan, dua arah hidup pasti akan kita alami, pasti akan kita lalui, hingga pada akhirnya kesempurnaan dan hakekat kemanusiaan kita temukan sebelum kita pergi menjelang garis usia dan takdir kita untuk mati.
Malam…sebagai manusia yang berproses memahami hidup, aku mencoba menyadarkan diri, instropeksi diri dan mencoba memberi manfaat bagi orang lain dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang aku miliki. Selain itu, aku mengucapkan terima kasih karena kamu telah mengenalkan sisi-sisi hidup yang tak pernah aku ketahui sebelumnya, karena kamu telah mengajariku bahasa lain selain bercakap-cakap, karena kamu telah memberiku pagi selain pagi yang pernah aku hadiri, karena kamu telah mengantarkanku pada musim-musim lain yang belum pernah aku ketahui. Banyak ilmu yang aku dapat ketika aku mengenalmu, jadi terima kasih sampai detik ini kamu masih memberiku ruang untuk mengenal apa yang belum pernah aku ketahui tentang rahasia hidup. Semua yang mengalir dari ucap, tubuh, senyum dan bahkan diammu adalah ilmu bagiku, terima kasih cinta-ku!!!.
Malang, 27 September 2006